1.
Definisi hukum perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah
perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan
dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang
lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan,
misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang
bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan
yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun
(rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat,
maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan
diberi ‘akibat hukum’.
2.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut.
a.
Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
b.
Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal
dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan
perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan
yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet
allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten
gevolge van’s mensen toedoen)
·
Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul
dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu
yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang
tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga
yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar
dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
·
Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
c.
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
( zaakwarneming).
3.
Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum
perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan
berkontrak dan azas konsensualisme.
·
Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di
dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian
yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·
Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa
perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
4. Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul
apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun
bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
·
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
·
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
yang dijanjikan;
·
Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
·
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
Akibat-akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang
melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
a. Membayar Kerugian yang
Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
b. Biaya adalah segala
pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu
pihak;
c. Rugi adalah kerugian
karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian
si debitor;
d. Bunga adalah kerugian
yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh
kreditor.
5. Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa
hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada
7 (tujuh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
·
Pembaharuan
utang (inovatie)
·
Perjumpaan utang (kompensasi)
·
Pembebasan utang
·
Musnahnya barang yang terutang
·
Kebatalan dan pembatalan
perikatan-perikatan.
·
Syarat yang membatalkan
·
Kedaluwarsa
1. Pengertian Hukum Perjanjian
Dalam Pasal
1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai
pengertian perjanjian,
·
Abdulkadir Muhammad
mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau
lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta
kekayaan.
·
Menurut J.Satrio perjanjian
dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas
suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum
sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan,
perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya
ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja,
seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
2.
Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari
terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi
adalah Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam
kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam
bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu
transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih
baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut
ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika
memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan
seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang
memeprburuk.
3.
Macam
– Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah
sbb;
a. Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan
perjanjian dengan beban. Perjanjian
dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan
suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian
dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan
suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
b. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal
balik. Perjanjian sepihak adalah
suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu
perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c. Perjanjian konsensuil, formal dan, riil.
Perjanjian konsensuil ialah
perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut. Perjanjian formil
ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu
dengan cara tertulis. Perjanjian riil
ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus
diserahkan.
d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan,
campuran. Perjanjian bernama adalah
suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan
kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata
ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak
bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian
yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
4.
Syarat-syarat
sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan
mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi
untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya
kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka
laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh
tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila
perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak,
maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Pada saat penyusunan
kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap
berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut
pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang
belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
c. Mengenai suatu hal tertentu. Secara yuridis suatu perjanjian harus
mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah
objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek
tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan
dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
d. Suatu sebab yang halal. Setiap perjanjian yang dibuat para pihak
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah
komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu
syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian,
apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta
pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu
mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut
dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian
telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian,
maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
5.
Saat
Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
a. kesempatan penarikan kembali
penawaran;
b. penentuan resiko;
c. saat mulai dihitungnya jangka
waktu kadaluwarsa;
d.
menentukan tempat terjadinya perjanjian.
6.
Pelaksanaan Perjanjian
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak
dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian,
yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya
dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka
yang menjadi subjek dalam kontrak itu.
Pembatalan perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan
sebutan wanprestasi atau ingkar janji.
C. Hukum Dagang (KUHD)
1. Hubungan Hukum
Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata
diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan
antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex
generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).
2.
Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan
UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap
berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di
negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun
di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang
komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak
berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan
terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak
tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi
perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara
parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan
baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
3.
Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha (pemilik
perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara
bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu
orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan
yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang
disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan
menjadi 2 (dua), yaitu:
·
Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan,
misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi
dan pimpinan perusahaan.
·
Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen
perusahaan, pengacara, noratis, makelar, komisioner.
4. Pengusaha dan
Kewajibannya
·
Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat,
menjalankan kewajiban menurut agamanya
·
Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam
sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
·
Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki
dan perempuan
·
Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh
atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
·
Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat /
libur pada hari libur resmi
·
Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada
pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
·
Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
5.
Bentuk-Bentuk Badan Usaha
·
Perusahaan Perorangan
Perusahaan
Perorangan adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang sehingga
semua keuntungan yang didapatkan akan menjadi haknya secara penuh dan jika
terdapat kerugian maka yang bersangkutan harus menanggung resiko tersebut
secara sendiri.
·
Firma
Firma adalah Bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan
menggunakan nana bersama atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua
anggota bertanggung-jawab sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama
terhadap utang-utang perusahaan kepada pihak lainnya.
·
Persekutuan Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Persekutuan
Komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang
menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.
6.
Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas
(PT/NV atau Naamloze Vennotschap) adalah suatu badan usaha yang mempunyai
kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak sereta
kewajiban para pendiri maupun pemilik.
7. Koperasi
Menurut UU no. 25 Tahun 1992, Koperasi adalah suatu bentuk badan
usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan
kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas azas kekeluargaan.
8.
Yayasan
Yayasan adalah
suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan
dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan
dalam undang-undang.
9.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua
perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang
sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika
ditentukan lain berdasarkan Undang Undang.